Kuliah Daring, Masihkah Menjadi Kendala?

 


Nggak enak banget deh kuliah daring begini, tiap hari cuma dikasih tugas. Banyak lagi.” Begitulah kira-kira jawaban beberapa mahasiswa yang sejak menyebarnya pandemi tidak pernah pembelajaran tatap muka. Setiap hari mereka memantau Whatsapp Group yang biasanya para dosen memberitahukan tugas melaluinya. Tak lupa e-mail pun setiap kali ditengok, barangkali ada beberapa dosen yang menggunakannya untuk memberi tugas.


Kalau begini sih bukan kuliah daring, dosen jarang sekali memberikan materi perkuliahan. Yang ada hanyalah tugas-tugas yang selalu diberikan.”  Keluh mahasiswa lainnya yang menambahi deretan permasalahan pendidikan tinggi saat ini. Namun, memang begitulah yang hanya dapat dilakukan di tengah meluasnya wabah.


baca  juga: https://pendidikanmainmain.blogspot.com/2020/10/mengerjakan-skripsi-saat-pandemi-aku.html


Namun tetap saja, setelah tugas datang menghampiri para mahasiswa, keluhanlah yang keluar dari bibirnya. Walaupun tugas itu tetap dikerjakan, sebab jika tidak mungkin saja nilai akhir mata kuliah bakal buruk bahkan kosong. Dengan terpaksa tugas demi tugas mulai dikerjakan sekenanya dengan alasan “yang penting ngumpulin.”


Hal di atas belum ditambah dengan keluhan mahasiswa yang lain, “Kuliah daring membuat boros kuota internet.”  Wajar saja, untuk membuat tugas sampai mengumpulkannya memang membutuhkan akses internet. Walaupun terdapat batuan kuota gratis, tetap saja ada tugas-tugas yang membutuhkan kuota tambahan.


Apakah dalam kondisi demikian para dosen merasa nyaman? Kuliah online, memberikan tugas, menilainya, memberikan soal, mengoreksinya dan persoalan administrasi lainnya. Eitss tunggu dulu, tidak segampang itu menjadi dosen ditengan pandemi yang entah sampai kapan ujungnya ini.


Para dosen harus selalu memikirkan mulai dari persiapan perkuliahan hingga akhir perkuliahan. Hanya sekedar memberikan tugas saja, bagi sebagian dosen harus memeras otak karena mana mungkin hanya memberikan tugas sekali selama satu semester. Belum lagi bagi dosen yang masih kurang ‘melek teknologi’, bisa dipastikan mereka mengalami kesulitan untuk mengoperasikan aplikasi-aplikasi penunjangnya.


Lengkaplah sudah permasalahan pendidikan yang ada dewasa ini yang bisa dikatakan seperti tidak kuliah. Namun sebenarnya ada solusi lho untuk menghadapi kondisi demikian. Ingat! Dengan adanya pandemi ini bukan hanya dunia pendidikan yang terkena dampaknya, namun segala sektor pun tidak kurang permasalahannya.


Semua sektor dituntut untuk mencari wacana-wacana baru dalam perubahan kehidupan abad-21. Tanpa ada solusi-solusi jitu, bukan tidak mungkin sebuah negara hanya akan menjadi penonton kontestasi perkembangan global. Nahhh, kira-kira solusi yang jitu dunia pendidikan saat ini apa ya?


Yang perlu diingat, mahasiswa bukan anak kecil yang harus disuapi dengan ilmu pengetahuan. Sudah seharusnya mereka justru haus akan ilmu pengetahuan, mencari, bahkan membuat inovasi di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, tugas yang hanya menuntut mereka menjawab soal-soal rupanya tidak dibutuhkan lagi.


Para mahasiswa lebih membutuhkan self-branding dengan segudang karya-karya inovatif yang akan sangat bermanfaat. Yups, bukan lagi soal-soal uraian dengan teori-teori omong kosong bak sedang mengigau. Jawaban-jawabannya pun langsung lupa begitu lembar jawab dikumpulkan, paling-paling memori laptop/smartphone yang menyimpannya.


Misalnya saja nih, membuat karya ilmiah berupa artikel jurnal yang nantinya akan dikirim ke jurnal-jurnal bereputasi. Hal itu akan sangat meningkatkan daya literasi bagi para mahasiswa bukan hanya sekedar membaca dan menyalinnya menjadi jawaban. Buatlah grup yang terdiri dari dua atau tiga orang untuk menyusun satu artikel atau bahkan lebih.


Tugas dosen dalam hal ini menjadi fasilitator bagi para mahasiswanya tersebut tuh. Mereka diberi kebebasan untuk konsultasi progres penulisan artikel yang sedang mereka buat. Dosenlah yang nantinya memberikan masukan-masukan sebelum artikel tersebut dikirim. Boleh juga tuh, atau bahkan harus cantumkan nama dosen sebagai penulis dalam artikel yang dikirim.


Bayangkan, akan ada berapa karya artikel ilmiah yang dapat diterbitkan pada tiap semester? Nahhh, dosen juga akan mendapat keuntungan dalam perkuliahan ini berupa tambahan kredit poin setelah namanya bertengger dalam artikel ilmiah.


Sama-sama saling menguntungkan bukan? Nalar kritis mahasiswa juga akan terus terbangun untuk menjadi seorang akademisi sejati. Pola pikir mereka yang semula amburadul akan mulai tertata dengan baik seiring berjalannya waktu. Pada masanya pengerjaan tugas akhir, mereka sudah terbiasa dengan sebuah penelitian.


Itu hanya satu contoh penggambaran pembelajaran yang berorientasi masa depan dalam perkuliahan ditengah mewabahnya covid-19. Masih banyak cara-cara lain yang perlu dikembangkan untuk pendidikan yang lebih maju.


Salam Literasi.


sumber gambar: https://radarlampung.co.id/2020/04/27/jalani-kuliah-daring-hal-ini-paling-dikeluhkan-mahasiswa/

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama