Benarkah Sekolah Merupakan Satu-Satunya Tempat Pendidikan? Sebuah Refleksi Bagi Para Orangtua

 

Sumber gambar: liputan6.com

Saat ini, kita sama-sama sedang dilanda pandemi Covid-19 yang tak berkesudahan. New-normal yang telah dilaunching ternyata membuat masyarakat kita seakan acuh terhadap kesehatan diri dengan menyepelekannya. Yang perlu disadari betul adalah pandemi ini belum benar-benar berakhir dan tetaplah selalu menjaga.


Kondisi tersebut tentunya berimbas pada kegiatan belajar mengajar di sekolah yang dengan sangat terpaksa dilakukan secara daring. Belajar dari rumah dengan memanfaatkan teknologi terbarukan bukan tanpa masalah. Justru para anak-anak memanfaatkannya untuk bermain gadget dengan alasan sedang sekolah.


Padahal tanpa disadari mereka mengisi gadgetnya dengan seabrek game online yang mereka inginkan. Berkumpul dengan teman seusianya dimana mereka saling membawa gadget masing-masing dalam posisi miring. Rupanya beberapa orangtua tidak peduli dengan kegiatan anaknya tersebut. Bagi para orangtua yang terpenting adalah anak-anak mereka telah selesai mengerjakan tugas dari sekolah.


baca juga: https://pendidikanmainmain.blogspot.com/2020/10/stop-jangan-renggut-masa-bermain-anak.html


Kasus di atas mungkin banyak sering kita jumpai pada anak-anak usia remaja. Namun bagaimana dengan anak-anak yang masih berusia 4 sampai 10 tahun? Tanpa perhatian khusus dari orangtua mereka tidak benar-benar sekolah. Wajar saja, dalam rentang usia demikian mereka masih sangat membutuhkan pendampingan dalam belajar.


Namun yang menjadi miris adalah justru para prangtua lah yang mengerjakan tugas dari sekolah. Sedangkan anaknya keluar rumah bermain kesana-kemari dengan melalaikan tugasnya sebagai peserta didik. “Kalau begitu yang dapat nilai ya ibunya” komentar yang sering terlontar dari mulut para tetangga.


Beberapa orangtua pun tak peduli dengan menganggapnya sebagai sekedar guyon biasa yang tak bermakna. Justru banyak para orangtua malu jika anaknya mendapat nilai kurang maksimal walaupun atas hasil kerja keras seorang anak. Sehingga sebelum tugas dikumpulkan harus dikoreksi orangtua terlebih dahulu. Jika ada jawaban yang sekiranya salah orangtua akan memberitahunya dan memintanya untuk mengganti jawaban.


Jika demikian kondisinya yang ada dalam benak orangtua, sekolah hanyalah mengejar “nilai bagus” bukan “kepribadian bagus”. Rupanya tak penting lagi pengetahuan apa yang didapat serta kemampuan-kemampuan lain dari anak-anak mereka. Angka-angka nilai lah yang mereka cari hanya sekedar bisa pamer dalam forum rumpi tetangga.


Yang menjadi pertanyaan mendasar kepada para orangtua adalah “Benarkah hanya sekolah tempat satu-satunya mendidik anak?”


Imbas dari kolonialisme yang masih mengakar kuat di kalangan masyarakat kita sudah seharusnya dirubah dalam kesempatan ini. Dahulu, penjajah membuat sekolah-sekolah untuk membentuk manusia-manusia kelas. Ditambah lagi sekolah diharapkan dapat mencetak para pekerja yang dibutuhkan mereka.


Pada akhirnya, sekolah hanyalah sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan setelah lulus darinya. Bukan lagi punya tujuan inti untuk mendidik anak-anak kalian menjadi generasi yang kuat, hebat, bermartabat dan lainnya. Jika ada, tujuan-tujuan tersebut sebatas tulisan yang terpampang di dinding-dinding sekolah.


Padahal dimanapun tempat dapat digunakan untuk mendidik anak kalian wahai para orangtua. Prinsip yang utama harus kalian pegang adalah keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak. Namun saat ini begitu banyak orangtua yang lepas dari tanggung jawabnya dengan sekedar menitipkan anaknya di sekolah.


Mereka pikir dengan menfasilitasi anaknya dengan segalanya anak mereka akan berkembang dengan baik. Nyatanya sebaliknya lah yang terjadi, anak-anak hanya akan terjun ke jurang kebobrokan. Lihat saja, kenakalan remaja, miras, genk, dan aksi-aksi kekerasan remaja yang lain disebabkan oleh ketidakpedulian orangtua.


Disamping keluarga, lingkungan sosial juga berfungsi sebagai tempat pendidikan anak-anak. Entah disana terdapat sanggar, TPA (Tempat Pendidikan Agama), pesantren, dan lainnya. Selain menjadi tempat menempa anak-anak, lingkungan juga berperan penting dalam kontrol sosial pada anak-anak.


Kontrol sosial di sini berarti bahwa masyarakat bertanggung jawab penuh atas kondisi sosial yang ada. Sebagai contoh jika ada seorang anak yang tidak memiliki sopan santun, maka masyarakat berhak menegur. Tentu dengan teguran yang mendidik dengan memberikan pendidikan sopan santun secara langsung.


Namun jika sudah terjadi kenakalan yang kelewat batas, seperti miras, narkoba, maupun sejenisnya maka masyarakat harus bertindak tegas. Tentu dengan tetap memperhatikan hukum yang berlaku di negara kita ini. Tanpa adanya lingkungan sosial yang memadai, kondisi masyarakat akan semakin memburuk.


Anak-anak hanya peduli dengan nilai-nilai rapot dan hasil ujian nasional yang menurut mereka berguna bagi kehidupannya. Kepribadian menjadi nomer sekian ratus yang dikesampingkan sehingga kemerosotan moral terjadi di mana-mana. Bahkan pada kaum terpelajar sampai pada pejabat tinggi pun melakukannya.


Wahai para orangtua, renungkanlah sebelum terlambat!!!


Salam Pendidikan.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama