Merancang Pendidikan Aplikatif dalam Menyongsong Generasi Emas

 

sumber gambar: rbi.or.id

Sampai saat ini, sudah berapa tahunkah kalian menjalani kehidupan di sekolah? Berapa persen dari jumlah umur saat ini yang telah dihabiskan di sekolah? Mungkin masing-masing orang bermacam-macam tergantung tingkat intensitas belajarnya. Namun disadari atau tidak, sepanjang hari waktu kita habiskan untuk kepentingan sekolah.


Pertanyaan pentingnya adalah: ilmu apa saja yang telah didapat selama ini? Pertanyaan yang sangat menampar membangunkan kita dari kehidupan yang selalu berjalan tanpa arah. Yha ternyata kita selama sekolah tak menghiraukan apa yang sebenarnya kita pelajari. Yang penting berangkat, mengerjakan tugas, ikut ujian, dan mendapat nilai bagus.


Jangankan untuk mengingat ilmu yang pernah dipelajari, mengingat mata pelajaran apa saja yang pernah dipelajari mungkin juga kesusahan. Namun apakah pendidikan yang seperti itu mau diterus-teruskan? Harus ada inovasi-inovasi di bidang pendidikan menyongsong generasi emas.


Yups, sebentar lagi Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana orang dalam usia produktif yang tinggi. Mereka terdiri dari kalangan pemuda maupun terpelajar yang masih sangat produktif dibanding dengan generasi tua. Untuk membentuk generasi emas dalam bonus demografi tersebut, pendidikan sangat berperan penting di dalamnya. Jika tidak, bukan tidak mungkin yang terjadi hanyalah generasi bobrok.


Dalam tulisan ini, kita akan mencoba sedikit menawarkan Pendidikan Aplikatif sebagai model pendidikan saat ini. Nahhh, dalam pendidikan aplikatif ini seorang siswa tidak hanya diajarkan beragam teori yang jauh dari angan-angan. Tetapi, sampai kepada integrasi dengan kehidupan sehari-hari yang mereka jalani.


baca juga: https://pendidikanmainmain.blogspot.com/2020/10/tugas-pembelajaran-anak-bukan-kewajiban.html


Sehingga pendidikan bukan hanya terpaku pada teks yang tertuang dalam bahan ajar, akan tetapi juga mempertimbangkan konteks. Kehidupan sehari-hari yang terus berubah mengharuskan orang untuk selalu beradaptasi dalam menjalaninya. Sesuatu hal yang sangat dinamis dibandingkan dengan teks yang tak pernah berubah.


Namun dalam hal ini bukan berarti meninggalkan teks begitu saja, akan tetapi perlu mencoba untuk mengintegrasikan antara teks dan konteks. Teks adalah modal untuk memahami konteks yang terhampar begitu luas. Tidak berhenti di situ, konteks akan dapat melahirkan teks-teks ilmu pengetahuan yang baru.


Proses kejadian tersebut dalam pemikiran Karl Popper merupakan “falsifikasi” dimana teks yang lama benar-benar diganti dengan teks yang baru. Hal tersebut dikarenakan teks yang lama sudah tidak lagi dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi (konteks). Namun teori ini bukan satu-satunya kebenaran dalam memahaminya.


Seperti misalnya Thomas Kuhn dengan teori Revolusi Ilmu Pengetahuannya. Proses tersebut adalah rangkaian kehidupan yang saling berkaitan. Bukan tidak mungkin, teks yang telah usang dapat bermanfaat di kemudian hari. Karena tidak selamanya sebuah teori akan benar di semua tempat dan waktu kapanpun.


Nahh oleh karena itu, dengan Pendidikan Aplikatif mengajarkan kepada para siswa untuk mencoba berperan dalam kehidupan. Tentu hal tersebut dilakukan mulai dari hal yang sederhana, namun tetap mengasah kemampuan mereka. Dengan begitu, mereka terbiasa menghadapi hidup yang dinamis dan berkelanjutan.


Merekalah yang akan berperan membangun peradaban di masa yang akan datang dengan inovasi-inovasinya. Bukan hanya membuat mereka menjadi seorang pekerja yang berangkat-pulang. Namun menemukan hal-hal baru yang bermanfaat bagi kehidupan.


Dengan bekal yang demikian mungkin, generasi tua tidak perlu khawatir dengan masa-masa keemasan bangsa ini. Namun jika tidak ada perubahan dalam dunia pendidikan, siap-siaplah menghadapi kehancuran.


Mencoba atau tidak sama sekali...

Post a Comment

أحدث أقدم