Masih ingatkah! sebelum kita memasuki dunia pendidikan apa
yang kita tanyakan kepada orangtua? Mungkin bagi generasi sekarang seorang
bayipun sudah dibiasakan untuk sekolah, walaupun sebenarnya hanya untuk dapat
ditinggal orangtuanya bekerja. Namun bagi generasi sebelumnya, anak-anak seusia
Taman Kanak-Kanak (TK) maupun SD (Sekolah Dasar) masih harus ditunggui orangtua
di sekolah.
Dan yang selalu saya ingat, orangtua selalu berkata, “Sekolah
nak, biar menjadi orang benar” Atau “Sekolah nak, biar menjadi
anak pintar”. Itukah yang juga selalu ditanamkan orangtua kalian
sekarang? Akan tetapi, pernahkan kita menanamkan prinsip tersebut dalam setiap
derap langkah pulang pergi ke sekolah?
Jangan-jangan yang selalu menjadi bayang-bayang dari kita
adalah, “Akan menjadi apakah aku nanti”. Ditambah, kebingungan
tersebut selalu disambut dengan pertanyaan manis dari pihak sekolah, “Apa
cita-cita kalian ketika sudah dewasa?” Seketika itu pula membuyar
perkataan orangtua ketika membujuk kita untuk sekolah.
Akhirnya kita terbayang-bayang oleh gambaran masa depan
dengan menjawab pertanyaan guru di atas seenaknya. “Pingin jadi pilot” atau
“Pingin jadi polisi” atau “Pingin jadi dokter” dan
jawaban metereng lainnya. Membayangkan kehidupan mewah dengan harta berlimpah
ditambah seragam yang melekat di badan. Walaupun masih ada yang membayangkan
betapa mulianya tugas kita di masa depan, membantu orang, bermanfaat bagi orang
lain, menolong orang, dan lain sebagainya.
Namun coba ingat! siapa yang menjadikan bujuk rayu orangtua
menjadi jawaban terbaik “Pingin jadi orang benar” atau
“Pingin jadi orang pintar”. Sepertinya jawaban sejenis itu telah
tertinggal di rumah, dan kita menjadi orang yang berbeda di sekolah. Kita lebih
berebut untuk mendapatkan peringkat daripada berebut untuk membawakan bawaan
guru. Berebut untuk mendapatkan nilai bagus daripada berlomba-lomba
bertatakrama terhadap guru.
Seiring berjalannya waktu saat kita memasuki jenjang yang
lebih tinggi, kita sekolah untuk dapat mengejar profesi yang diinginkan setelah
menyelesaikan bangku pendidikan. Semua waktu kita penuhi dengan
kegiatan-kegiatan untuk mencapainya, mulai berangkat sekolah, les privat,
bahkan berdoa pun untuk tujuan demikian.
Dari situlah kepedulian kita berkurang, sampai-sampai jarang
sekali bersosial dengan lingkungan sekitar kita. Apalagi teman bermain di masa
kecil yang selalu menghabiskan waktu di waktu kecil, rasanya sudah tidak
mengenal mereka lagi. Hanya bertegur sapa pun sudah hal yang sangat berharga
jika memang tidak saling menguntungkan.
Sampailah kita menjadi manusia kelas yang dibentuk
oleh sekolahan dan melupakan tugas kita sebagai bagian dari masyarakat.
Disibukkan dengan kepentingan pribadi yang entah dimana ujungnya. Seolah-olah
dapat hidup sendiri sampai sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain.
Sebelum semuanya terlambat, tersadarlah bahwa kita adalah
manusia yang butuh bersosial dengan semua kalangan. Saling membutuhkan dan
saling mengasihi untuk ketenangan hidup yang lebih dari sekedar materi.
Ingatlah pesan Emak untuk menjadi orang baik yang bukan hanya mementingkan
keuntungan pribadi. Justru orang baik adalah orang yang bermanfaat dimana kaki
dipijak, tak peduli lagi dengan feedback yang bakal didapat.
Wahhh, namun tak diduga dengan begitu kita akan menjadi
manusia yang benar-benar merdeka. Merdeka dari angan-angan yang selalu
meliputi pikiran sepanjang waktu, dan tergantikan dengan rasa syukur kepada
Tuhan. Diberikan anugrah kehidupan yang super damai di bumi yang selalu berputar.
Semoga kehidupan segera membaik. aamiin
إرسال تعليق